Anggota Dewan RI Minta KPK Usut Dugaan Mark-up Proyek Whoosh

 

Suryamedia.id – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap usut dugaan mark-up proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh.

Hal ini diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR Abdullah baru-baru ini. Menurutnya, pengusutan secara tajam dan transparan penting dilakukan untuk menjawab keresahan publik mengenai isu penggelembungan dana proyek di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“KPK tidak boleh takut dalam menangani kasus ini. Dugaan mark-up anggaran dalam proyek kereta cepat harus diusut secara tuntas dan transparan,” kata Abdullah, Selasa (28/10/2025), dikutip CNN Indonesia.

“Proyek sebesar Kereta Cepat Whoosh seharusnya menjadi kebanggaan nasional, bukan malah menjadi beban akibat penyimpangan anggaran. Karena itu, kita harus dukung penuh KPK agar bisa menuntaskan kasus ini,” lanjut dia.

Selain itu, jika ditemukan indikasi tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam proyek tersebut, lembaga bersama penegak hukum lainnya juga harus memastikan seluruh pihak yang terlibat menjalani proses hukum yang adil dan tidak pandang bulu.

Baca Juga :   Buntut Viral Insiden Pemukulan Mahasiswa Koas di Palembang, Harta Ayah Lady Jadi Sorotan KPK

“KPK tidak boleh pandang bulu. Jika dalam penyelidikan ditemukan tindak pidana korupsi, para pelakunya harus diseret ke jalur hukum tanpa pengecualian,” ujarnya lagi.

Sebelumnya, heboh dugaan mark-up Whoosh awalnya disampaikan oleh Mahfud MD dalam siniarnya pada 14 Oktober 2025. Keterangan tersebut disampaikan berdasarkan siaran NusantaraTV dalam rubrik ‘Prime Dialog’ edisi 13 Oktober 2025 dengan narasumber Agus Pambagyo dan Antony Budiawan.

“Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” katanya.

“Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah, itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” lanjutnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *