Suryamedia.id – Putar suara kicau burung dan alam lainnya di tempat komersial, seperti restoran dan kafe juga berpotensi bayar royalti.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dharma Oratmangun baru-baru ini. Menurutnya, rekaman suara alam terikat dengan pihak yang pertama kali merekam suara tersebut atau seorang produser fonogram.
“Enggak ada kewajiban harus memutar musik. Tapi kalau mereka memutar musik di dalam itu, mau itu musik Indonesia atau lagu barat atau lagu tradisional itu wajib membayar hak cipta,” ujar Dharma, Minggu (3/8/2025), dikutip CNN Indonesia.
“Sekarang kalau dia putar suara burung atau suara apa pun, itu ada hak dari produser fonogramnya. Produser yang merekam itu kan punya hak terkait. Hak terhadap materi rekaman itu, itu juga hak terkait dari bentuk rekaman audio,” imbuhnya.
Ia melanjutkan, aturan tentang royalti tidak hanya berlaku untuk lagu-lagu dari Indonesia, tetapi juga lagu yang diproduksi di luar negeri. Nantinya, uang pembayaran royalty akan disalurkan melalui LMKN yang telah bekerja sama dengan pihak dari luar negeri.
“Jadi, pakai lagu luar negeri pun harus bayar royalti melalui LMKN,” kata Dharma Oratmangun.
“Iya itu kan kami collab dengan LMKN yang ada di masing-masing negara. Jadi, imbauannya itu adalah pakai aja musik, bayar royalti, selesai,” lanjutnya.
Pembahasan royali musik menjadi ramai diperbincangkan sejak kasus Mie Gacoan terkena gugatan royalti. Sebelumnya, salah satu LMK bernama SELMI menggugat pimpinan rumah makan tersebut karena memutar musik dan lagu secara komersial di tempat usahanya. (*)











