Marak Kasus Kekerasan Seksual, DPR RI Usul Kurikulum Antipencabulan di Sekolah dan Pesantren

 

Suryamedia.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan penyusunan kurikulum antipencabulan dan kekerasan seksual di lingkungan sekolah dan pesantren. Usulan ini turut merespon tingginya angka kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian menyebutkan bahwa sekolah dan pesantren seharusnya menjadi tempat yang ramah bagi anak-anak. Namun, adanya sejumlah kasus pencabulan di lingkungan sekolah maupun pesantren, memunculkan fakta miris di dunia pendidikan.

“Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya, tempat yang seharusnya menjadi rumah kedua bagi anak-anak kini berubah menjadi arena teror, tempat di mana kepercayaan dilukai dan harapan dikhianati,” ujar Lalu, Selasa (22/7/2025), dikutip CNN Indonesia.

Menurut data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), tercatat 573 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang 2024. Sebanyak 42 persen di antaranya merupakan kasus pencabulan, serta 36 persen kasus pencabulan tersebut terjadi di lingkungan belajar berbasis agama.

Mirisnya, korban kasus pencabulan sebagian besar masih didominasi anak-anak sekolah dasar dan menengah, sedangkan pelaku pencabulan berasal dari kalangan pendidik.

Baca Juga :   Medina Zein Dijemput Paksa Polisi Karena Mangkir Dari Panggilan

“Ironisnya, 42 persen di antaranya adalah pencabulan, menjadikannya bentuk kekerasan paling dominan di satuan pendidikan. Sebanyak 36 persen kasus bahkan terjadi di lembaga pendidikan berbasis agama, termasuk pesantren dan madrasah,” lanjut Lalu.

Atas dasar itu, Lalu menilai dibutuhkankurikulum nasional yang sistematis untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan sekolah dan pesantren. Kurikulum ini harus dirancang lintas disiplin untuk mengajarkan anak menghormati tubuh, mengetahui batasan, dan membangun keberanian.

“Kurikulum ini harus dirancang lintas disiplin, menginspirasi rasa hormat terhadap tubuh, mengajarkan batasan, mengenalkan hak-hak anak, serta membangun keberanian untuk berkata ‘tidak’ terhadap pelecehan,” imbuhnya lagi. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *