Suryamedia.id – Sejumlah tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook untuk proyek Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek 2019-2022 telah diumumkan. Salah satu nama yang menjadi sorotan publik adalah eks Stafsus Nadiem Makarim, Jurist Tan.
Saat ini, Jurist Tan menjadi satu-satunya tersangka yang belum ditahan dan beberapa kali mangkir dari jadwal pemeriksaan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI lantaran masih berada di luar negeri. Dengan penetapan tersangka ini, Jurist remsi menjadi buronan oleh Kejagung.
“Kami sudah melakukan DPO (daftar pencarian orang),” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar pada Selasa (15/7/2025), dikutip CNN Indonesia.
Lebih lanjut, Kejaksaan Agung sudah bekerja sama dengan pihak terkait untuk memburu Jurist Tan. Upaya paksa itu diambil lantaran mantan anak buah eks Mendikbudristek Nadiem itu berkali-kali mangkir saat dipanggil penyidik.
“Saudara JS atau JT (Jurist Tan) memang sudah dilakukan pemanggilan oleh penyidik dengan patut, tapi, yang bersangkutan tidak hadir,” imbuhnya lagi.
Adapun 4 tersangka yang diumumkan Kejagung RI diantaranya sebagai berikut;
Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW);
Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL);
Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS);
Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM).
Sebelumnya, heboh kasus dugaan korupsi proyek Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2019-2022. Dalam proyek tersebut menggunakan anggaran negara hingga Rp9,9 miliar untuk pengadaan laptop Chromebook di sekolah-sekolah.
Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan bahwa menurut kajian, Chromebook tidak efektif dipakai di Indonesia karena perangkat tersebut sangat tergantung pada internet, sementara kondisi infrastruktur internet di tanah air belum mendukung.
“(Laptop) tidak dapat digunakan secara optimal karena Chrome OS (Operating System) sulit digunakan, khususnya bagi guru dan siswa pelajar,” ujar Qohar, dikutip Kompas.
Selain itu, penyidik Kejagung juga sedang mendalami kemungkinan adanya praktik menyimpang lainnya, berkaitan dengan upaya markup harga, pengurangan volume, atau bahkan pengadaan fiktif. Akibat proyek ini, kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,9 triliun. (*)