Suryamedia.id – Akhir-akhir ini, sejumlah wilayah di Indonesia mengalami fenomena alam yang disebut dengan ‘kemarau basah’. Fenomena ini ditandai dengan hujan dengan intensitas sering, meski sudah memasuki musim kemarau.
Fenomena hujan di musim kemarau ini bukan hal yang jarang terjadi. Hal ini bahkan disebut sebagai dampak dari pemanasan global. Lantas, benarkah demikian? Maka dari itu, berikut ini kami rangkum penjelasan tentang ‘kemarau basah’, serta penyebab terjadinya fenomena ini!
Apa itu fenomena kemarau basah?
Kemarau basah ditandai dengan curah hujan yang tinggi pada saat musim kemarau berlangsung. Terjadinya hujan tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang tidak sebentar.
Berdasarkan buku ‘Sosiologi Lingkungan Hidup’ tulisan Suharko, fenomena ini merupakan salah satu dampak dari pemanasan global. Pemanasan global bisa memicu kekacauan musim dan anomali cuaca, termasuk terjadinya hujan meski sudah memasuki musim kemarau.
Sebagian besar anomali cuaca ini juga terjadi di wilayah Indonesia yang terletak di bagian selatan ekuator, menurut Budi Susilo dalam bukunya ‘Mengenal Iklim dan Cuaca di Indonesia’.
Fenomena kemarau basah di Indonesia bisa disebabkan adanya gejala La Nina di tengah Samudra Pasifik. Dikatakan bahwa hal ini membuat suhu permukaan laut Samudra Pasifik di ekuator bagian tengah dan timur lebih dingin dari biasanya, disertai dengan penguatan angin pasat.
Situasi tersebut kemudian memicu peningkatan suplai uap air untuk pertumbuhan awan hujan. Proses tersebut memicu adanya peningkatan intensitas curah hujan. Terutama pada wilayah yang suhu perairannya cenderung hangat.
Ada berbagai dampak kemarau basah, terutama di sektor pertanian. Berdasarkan ‘Majalah Trubus Edisi September 2022’, kemarau basah dapat membuat petani bawang merah mendapatkan panen melimpah. Ini karena minimnya hama, sehingga produksi dapat mengalami peningkatan.
Sebaliknya, hal tersebut tidak berlaku bagi petani palawija. Kemarau basah menyebabkan terlalu banyak air. Terlalu banyak air dapat berdampak buruk pada tanaman palawija. Kondisi ini bisa menyebabkan akar membusuk, daun menguning, dan tanaman menjadi rentan terhadap penyakit jamur serta hama. (*)