Suryamedia.id – Membuat stiker wajah di WhatsApp berpotensi terjerat UU ITE jika dilakukan dengan tujuan yang buruk. Hal ini berawal dari postingan di TikTok @banghafidd yang menyebut bahwa tindakan tersebut merujuk pada Undang-Undang ITE pasal 32 ayat (1) dengan ancaman hukuman pidana penjara delapan tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa pembuat stiker wajah di WhatsApp berpotensi terjerat Undang-undang jika dibuat untuk tujuan buruk.
“Itu kan macam-macam, bisa ke UU ITE kalau pakai untuk hal-hal buruk,” ujar Budi, dikutip dari CNN Indonesia.
Selain itu, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto juga mengatakan bahwa pidana atas tindakan tersebut tergantung pada ada tidaknya niat jahat dari pembuat stiker.
“Persoalannya tindakan mana yang masuk kategori pidananya? Kalau semua yang mengubah foto jadi stiker WA, di mana mens rea-nya (niat jahatnya)? Ada atau tidak niat jahatnya, kalau tidak ada, kan tidak bisa dipidana,” ujarnya.
Menurut keterangannya, Pasal 32 ayat (1) dalam UU ITE tidak berdasarkan tindakan pembuatan stiker, namun menyasar pada pihak yang mengubah mengubah informasi dari server. Tujuannya pun untuk manipulasi dan merusak data seseorang, misal mengganti nama orang dengan namanya sendiri atau mengubah nomor rekening untuk menguasai harta benda dan lainnya dalam transaksi elektronik.
“Jadi sebenarnya kurang tepat kalau hanya karena tidak senang foto wajahnya dijadikan stiker WA, lalu melapor ke polisi pakai pasal 32 ayat 1 UU ITE. Agak melenceng dari maksud pasal itu sendiri yang dibuat untuk mencegah tindakan yang merugikan transaksi dan informasi digital,” tuturnya.
Namun, jika ada seseorang yang tidak ingin fotonya dijadikan stiker WhatsApp, hal tersebut bisa dilaporkan ke pihak berwajib. Pelaporan tersebut juga perlu penjelasan lebih lanjut apakah tindakan berkaitan dengan pencemaran nama baik, menghina, atau pemerasan.
“Ya bisa itu maksudnya setiap warga negara punya hak melapor, tapi kan laporannya juga harus ada aturan hukumnya apa,” lanjut Damar lagi. (*)