Suryamedia.id – Berdasarkan data dari Laporan Badan Pusat Statistik (BPS), tren pernikahan di Indonesia menunjukkan penurunan dalam 10 tahun terakhir. Dalam laporan tahun 2023, menunjukkan angka pernikahan pada 2023 sebanyak 1.577.255. Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2022 yakni sebanyak 1.705.348.
Fenomena ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan secara global. Ada berbagai alasan yang menyebabkan banyak anak muda di berbagai dunia memilih untuk menunda pernikahan, termasuk karena alasan finansial dan kaitannya dengan fenomena sandwich generation.
Sebenarnya, apa itu sandwich generation? Simak penjelasannya berikut ini!
Apa Itu Generasi Sandwich?
Generasi sandwich mengacu pada individu di usia produktif yang ditekan untuk mendukung kebutuhan orang tua dan anak-anak yang sedang tumbuh. Istilah ini mulai populer sejak abad 20, diperkenalkan pertama kali oleh Profesor sekaligus direktur praktikum dari Universitas Kentucky, Dorothy A. Miller.
Ia mengenalkan istilah tersebut lewat jurnal yang berjudul ‘The Sandwich Generation: Adult Children of The Aging’. Dalam jurnal tersebut ia menyebutkan bahwa generasi sandwich merupakan mereka yang ‘terjebak’ atau ‘terjepit’ antara kewajiban untuk merawat orang tua bersamaan dengan anak yang beranjak usia dewasa.
Kondisi seperti ini menimbulkan tanggung jawab dalam hal keuangan, waktu, perhatian secara bersamaan, sehingga mereka yang ‘terjebak’ mengalami kesulitan untuk mengelola sumber daya. Mereka yang berada di kondisi ini didorong untuk berkontribusi secara finansial dan menjadi mandiri.
Suatu studi menyebutkan bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab paling masuk akal berkembangnya fenomena menunda menikah (waithood). Beberapa orang dengan generasi sandwich mendapati diri mereka menunda pernikahan untuk menawarkan dukungan finansial kepada orang tua lanjut usia dan anggota keluarga yang beranjak dewasa.
Kategori generasi sandwich
Dilansir dari seniorliving.org, seorang Aging and Elder Care Expert bernama Carol Abaya mengkategorikan generasi sandwich menjadi tiga ciri berdasarkan perannya. Pertama, The Traditional Sandwich Generation yakni mereka yang berusia antara 40 hingga 50 tahun yang dihimpit oleh beban orang tua berusia lanjut dan anak-anak yang masih membutuhkan finansial.
Kemudian, The Club Sandwich Generation, yaitu mereka yang berusia 30 hingga 60 tahun dihimpit oleh beban orang tua, anak, cucu (jika sudah punya), hingga nenek kakek (jika masih hidup). Serta, The Open Faced Sandwich Generation atau siapapun yang terlibat dalam pengasuhan orang lanjut usia, namun bukan merupakan pekerjaan profesionalnya (seperti pengurus panti jompo).
Dilansir dari CNBC Indonesia, 48,7% masyarakat produktif Indonesia merupakan generasi sandwich yang memiliki kewajiban finansial atas keluarganya, menurut survey 2021. Survei tersebut dilakukan terhadap 1.828 responden usia produktif berusia 25-45 tahun yang tersebar di seluruh Indonesia.
Diantara sandwich generation di Indonesia tersebut hanya 13,4% yang memiliki kesiapan finansial dalam memenuhi pengeluaran pokok, menabung, dan berinvestasi. (*)






