Anda Pekerja Keras atau Justru Hustle Culture ? Simak Penjelasannya

Suryamedia.id – Apakah Anda termasuk pekerja keras atau justru terjebak dalam hustle culture?. Kedua hal ini mungkin terlihat sama, namun sebenarnya memiliki perbedaan dan dampak yang berbeda bagi diri Anda.

Menjadi seorang pekerja keras memang hal yang positif dan bahkan diusahakan ada dalam diri setiap individu. Namun, apabila sifat pekerja keras ini berlebihan, maka bisa membuat Anda terjerumus dalam hustle culture.

Hustle culture adalah budaya bekerja terlalu keras dan mendorong diri sendiri untuk melewati batas kemampuan demi mencapai sebuah tujuan kapitalis, seperti kekayaan, kemakmuran, dan kesuksesan secepat mungkin.

Bagi anak muda yang tengah berada di kehidupan dewasa mula atau bagi mereka yang baru saja menjajal dunia kerja, capaian kesuksesan biasanya menjadi hal yang selalu dibandingkan satu sama lain.

Hal inilah yang kemudian mendorong mereka untuk bekerja dengan keras dan cenderung overload demi mencapai tingkat kesuksesan yang mereka idamkan.

Hal negatif dari hustle culture adalah membuat seseorang merasa tak pernah cukup dengan apa yang diraih dan cenderung menganggap apa yang dilakukan belum seberapa untuk mengantarkan pada kesuksesan.

Baca Juga :   Resep Jajanan Pedas untuk Menemani Kumpul Lebaran

Mereka yang menganut hustle culture pun cenderung lebih mementingkan produktivitas dan materi. Sehingga hal-hal lain seperti hubungan antar manusia, kebahagiaan diri, dan kesehatan mental cenderung diabaikan.

Meskipun secara kasat mata mereka terlihat memiliki produktivitas dan pencapaian yang baik, namun sebenarnya hustle culture merugikan orang yang menganutnya.

Mereka bisa saja kelelahan secara fisik maupun mental. Beberapa penelitian bahkan menyebutkan jika orang yang bekerja terlalu keras dapat meningkatkan resiko penyakit.

Karena mereka cenderung mengabaikan hal diluar produktivitas dan materi, makai a akan kehilangan work life balance serta kebahagiaan untuk hidup seutuhnya.

Penyebab hustle culture bisa saja dari tekanan sosial dan toxic positivity. Lingkungan sosial biasanya hanya menilai kesuksesan orang lain dari tingkat jabatan, jumlah gaji, dan jenis pekerjaan. Hal ini bisa mendorong sesorang untuk hidup dalam hustle culture.

Selain itu, adanya toxic positivity atau asumsi positif terhadap sesuatu yang sebenarnya membuat tertekan juga berpengaruh. Di mana seseorang menuntut atau dituntut selalu beranggapan positif atas apa yang dijalani meskipun sedang berada dalam keadaan lelah.

Baca Juga :   Mengenal Jenis dan Cara Menghilangkan Bekas Luka Bakar

Padahal sebenarnya, mengambil jeda dan beristirahat adalah hal yang boleh dilakukan. Dan hal ini terkadang diperlukan untuk membuat tubuh dan pikiran bisa bekerja dengan lebih baik lagi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *