Semarang, Suryamedia.id – Salah satu dokter yang berasal dari kota Semarang yaitu dr. Mochamad Abdul Hakam, Sp.PD., memastikan bahwa penyakit hepatitis akut tak berhubungan dengan vaksinasi Covid-19.
Sehingga ia menegaskan bahwa info yang beredar dengan menyebutkan bahwa penyakit hepatitis akut merupakan akibat dari vaksin Covid-19 adalah hoaks.
“Yang disampaikan oleh beberapa orang yang tidak bertanggung jawab, bahwa (hepatitis akut) ini disebabkan karena vaksin Astrazeneca itu sama sekali tidak benar,” kata Hakam, ditemui di ruang kerjanya di Semarang, Jumat (13/5/2022) sore.
Hakam juga menjelaskan bahwa vaksin jenis Astrazeneca ini tidak digunakan untuk anak-anak di bawah 18 tahun.
Reagen yang di dalam Astrazeneca juga adenovirusnya lain dengan penyebab hepatitis akut. Tidak hanya itu, dalam Astrazeneca tipenya adalah cadok sehingga adenovirusnya sudah dilakukan modifikasi di dalam replikasinya. Dengan begitu, tidak akan terjadi perkembangbiakan dari adenovirus. Sedangkan, hepatitis akut ini adalah subtipe 41.
“Subtipenya berbeda. Kalau di Astrazenica itu cadok. Di hepatitis akut misterius ini tipenya 41. Jadi sudah bisa disangkal (tidak ada kaitannya Covid-19),” tegasnya.
Ia menyebutkan bahwa cara penyebaran penyakit hepatitis akut adalah melalui pencernaan. Seperti halnya dari makanan dan minuman yang dikonsumsi.
Sedangkan untuk penyakit hepatitis A, B, C, D dan E, penyebarannya melalui fecal oral. Namun, untuk penyakit hepatitis akut, juga bisa menyebar melalui udara.
“Karena memang dia koinfeksi (infeksi simultan oleh dua virus) dengan Covid-19. Jadi ada dua kemungkinan. Ini juga masih beredar di beberapa jurnal di luar negeri,” terangnya.
Untuk langkah pencegahan, lanjut Hakam, masyarakat dapat menerapkan protokol Kesehatan. Seperti halnya dengan mencuci tangan sebelum makan dan minum, serta mengenakan masker.
Bila batuk atau bersin, maka harus menutupnya dan tetap pakai masker. Kemudian, tidak boleh bergantian memakai alat makan, terutama pada anak. Selain itu, juga harus membuang sampah popok bekas anak balita pada tempatnya.
“Kalau ini bisa dilakukan, Insyaallah akan bisa mencegah. (Hepatitis akut) menjauh dari anak kita di Jawa Tengah,” sambungnya.
Hakam menambahkan, hepatitis akut ini mewabah di beberapa negara, termasuk di Inggris, dan yang dilaporkan di Indonesia, menyerang anak mulai dari usia 1 bulan hingga 16 tahun, terutama anak-anak yang memilki imunitas rendah. Seperti, anak-anak yang lahir dengan berat badannya rendah, atau yang mempunyai penyakit autoimun. Mereka rentan sekali terinfeksi virus, termasuk hepatitis akut.
Oleh karena itu, bila terjangkit hepatitis akut dengan gejala awal, yaitu mual, muntah, demam, diare, agar secepatnya berobat ke puskesmas, dokter keluarga, atau klinik pratama, agar penyebabnya diketahui lebih dini. Namun, jika terlambat dibawa ke fasilitas Kesehatan, seperti sudah kuning, demam tinggi mendekati 40 derajat, bahkan sampai penurunan kesadaran, maka ancaman kematian sangat tinggi.
“Kebanyakan yang tidak bisa ditolong adalah yang masuk ke rumah sakit dalam kondisi yang sudah kuning, penurunan kesadaran. Selama dia masuk fasilitas kesehatan, mau itu puskesmas, atau rumah sakit dalam keadaan gejala awal, Insyaallah kemungkinan bisa ditolong sangat tinggi sekali,” imbuhnya.
Meski begitu, Hakam tetap mengimbau masyarakat untuk tidak panik dan takut terkait dengan informasi yang beredar seputar penyakit hepatitis akut.
Namun, tetap harus waspada serta menerapkan pola hidup sehat dan bersih.
“Karena pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sekarang sangat mementingkan promosi dan edukasi untuk pencegahan. Itu (pencegahan) lebih penting daripada harus mengobati,” pungkas Hakam. (*)