Pekalongan, Suryamedia.id – Batik kini tidak hanya dijadikan sebagai ikon budaya. Namun, kini juga menjadi salah satu komoditas bisnis yang merambah hingga mancanegara.
Pemasaran batik di tengah pandemi menjadi salah satu persoalan yang tidak mudah untuk para pelaku bisnis ini. Mulai dari menurunnya daya beli masyarakat hingga sulitnya pemasaran.
Namun, tantangan ini justru ditangkap oleh Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM (Dindagkop-UKM) Kota Pekalongan untuk mendorong digitalisasi pemasaran produk bagi UMKM binaannya melalui pelatihan digital marketing maupun pelatihan ekspor.
Yuni Faizah, Salah satu pemilik usaha batik binaan Dindagkop-UKM mengaku bahwa bisnisnya mengalami penurunan penjualan di masa pandemi.
Walaupun begitu, ia merasa terbantu dengan adanya binaan Dindagkop-UKM yang memberikan banyak manfaat yang berdampak pada penjualan batiknya.
“Di awal pandemi, penjualan masih cukup baik meskipun mengalami penurunan. Tetapi, yang saya rasakan sebagai mitra binaan Dindagkop-UKM sangat membantu, terutama menambah wawasan. Bagaimana cara berjualan online, cara ekspor, dan lainnya,” tutur Yuni saat ditemui di tokonya (1/9/2021).
Adapun strategi yang ia terapkan untuk tetap bertahan di masa pandemic adalah dengan meningkatkan kualitas produk dan mengikuti trend batik yang sedang berkembang dan tetap menerapkan ciri khas batik dengan model yang tetap modis.
Lanjutnya, ilmu yang ia dapatkan selama mengikuti beberapa kali pelatihan yang diselenggarakan oleh Dindagkop-UKM, ia terapkan dalam usahanya. Salah satunya dengan memanfaatkan akun sosial media untuk berjualan.
“Kami memilih menggunakan group whatsaap karena memang lebih mudah digunakan dan disesuaikan dengan sumber daya kami. Banyak platform yang bisa digunakan tidak hanya marketplace, seperti telegram, Instagram dan sebagainya,” katanya.
Selain itu, UMKM juga dilibatkan secara aktif untuk mengikuti beberapa acara pameran seperti pekan batik. Ia juga mengaku, sempat diberikan kesempatan untuk mengikuti pameran di Republik Kepulauan Fiji untuk mempromosikan batik, namun ditunda karena adanya pandemi Covid-19.
Dalam sehari, sekitar 20-30 pakaian batik mampu ia jual secara online. “Mudah-mudahan pandemi segera berakhir, dan aktivitas bisa kembali normal,” pungkasnya. (*)