Illegal Logging di Hutan Sipora Sumbar Sebabkan Kerugian Negara Rp447 Miliar

Suryamedia.id – Praktik penebangan hutan liar (illegal logging) di Sipora, Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar) menyebabkan total kerugian yang cukup besar bagi negara. Menurut perkiraan ahli kehutanan, potensi kerugian yang ditanggung oleh Indonesia mencapai Rp447 miliar.

Hal ini diungkapkan Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna baru-baru ini. Ia menyebutkan, total kerugian tersebut dihitung berdasarkan alat bukti yang berhasil diperiksa pada kasus penebangan pohon ilegal PT BRN sejak 2022 hingga 2025.

“Adapun total potensi kerugian negara yakni sebesar Rp447.094.787.281, termasuk dana reboisasi dan provisi sumber daya hutan senilai Rp1.443.468.404,” kata dia, Selasa (2/12/2025), dikutip Detik.

“Ini hasil akhir sesuai perhitungan ahli kehutanan berdasarkan alat bukti yang sudah berhasil diperiksa. Ini nilai total kerugian akibat tindak pidana yang terjadi lama sejak tahun 2022 sampai dengan 2025,” lanjut Anang.

Kerugian tidak hanya berupa meteriil saja, namun juga meliputi dampak potensi bencana hidrologis seperti banjir, tanah longsor, hingga kekeringan.

Atas kasus tersebut, satu orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Direktur Utama, PT BRN berinisal IM. IM disebut merupakan penanggungjawab operasional dalam praktik penebangan pohon di Hutan Sipora tanpa perizinan pemerintah.

Baca Juga :   BBM Bakal Dicampur Etanol 10 Persen, Baik Atau Buruk?

“Saat ini (kasus) telah siap dilimpahkan ke proses peradilan,” ujarnya.

Adapun sejumlah barang bukti yang dilimpahkan ke peradilan ada 17 alat berat; 9 mobil logging truck; 2.287 batang, terdiri dari 90 batang kayu dengan total volume 453,62 m3; 1 unit kapal tugboat TB. Jenebora; serta 1 unit kapal tongkang TK. Kencana Sanjaya dengan muatan kayu bulat sebanyak 1.199 batang dengan volume 5.342,45 m3.

“Pengamanan barang bukti tersebut dilakukan pada kegiatan operasi penindakan pelanggaran hukum kehutanan oleh Tim Direktorat Penindakan Pidana Kehutanan bersama Tim Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan (PKH),” jelas Anang. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *