BBM Bakal Dicampur Etanol 10 Persen, Baik Atau Buruk?

 

Suryamedia.id – Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dijual nantinya akan dicampur etanol sebanyak 10 persen (E10). Kebijakan ini diklaim bisa menekan emisi karbon, sekaligus mengurangi ketergantungan impor BBM.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut, campuran BBM dengan etanol bisa menghasilkan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Ia juga memastikan rencana ini telah disetujui oleh Presiden Prabowo.

“Kemarin malam sudah kami rapat dengan Bapak Presiden. Bapak Presiden sudah menyetujui untuk direncanakan mandatori 10 persen etanol (E10),” kata Bahlil, Rabu (8/10/2025), dikutip Antara.

“Agar tidak kita impor banyak dan juga untuk membuat minyak yang bersih, yang ramah lingkungan,” lanjut dia.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri menegaskan kesiapannya dalam penerapan kebijakan tersebut. Saat ini, pihaknya sudah memiliki produk Pertamax Green 95 dengan campuran etanol 5 persen (E5).

“Disampaikan Pak Menteri adalah mendorong ekosistem biofuel, kita sudah dengan B40, dan nanti tahun depan, Pak Menteri sampaikan E10,” kata Simon, dikutip Liputan6.com.

Baca Juga :   Isu Penghentian Penjualan Pertalite Ternyata Hoaks

“Saat ini kami Pertamina sudah ada produk E5, yaitu Pertamax Green 95, jadi artinya itu 5 persennya adalah etanol,” lanjutnya.

Sementara itu, Tri Yuswidjajanto Zaenuri, Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pakar bahan bakar serta pelumas menyebutkan dampak positif dan negatif mengenai penggunaan etanol pada BBM.

Menurut keterangannya, etanol berasal dari tumbuh-tumbuhan yang menyerap CO2. Bahan tersebut diolah menjadi bahan bakar dan dipakai di kendaraan, sehingga akan menghasilkan CO2 lagi.

“Jadi, siklusnya kan pendek ya. Maka itu, disebut sebagai carbon neutral, tidak menambahkan CO2 di udara,” kata Yuswidjajanto, dikutip Kompas.com.

Diketahui, kendaraan di Indonesia telah kompatibel dengan bahan bakar mengandung etanol hingga 20 persen (E20). Namun, di Indonesia sendiri tidak ada pembatasan usia pakai kendaraan, sehingga setiap kendaraan belum tentu kompatibel.

“Kendaraan dari dulu sampai sekarang juga masih banyak di jalan. Artinya, materialnya belum tentu compatible dengan etanol. Misalnya, silnya, selang-selangnya, nanti jangan-jangan melar,” lanjut dia. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *