Suryamedia.id – Air hujan yang turun di laut Indonesia disebut berbahaya bagi kesehatan manusia. Pasalnya, air tersebut mengandung partikel plastik yang bisa larut ke air laut dan berubah menjadi mikroplastik.
Hal ini turut diungkapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono dengan mengutip penjelasan BRIN. Partikel ini nantinya bisa termakan oleh ikan, kemudian pada akhirnya masuk ke tubuh manusia melalui rantai makanan.
“BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) beberapa waktu yang lalu pernah menyampaikan air hujannya sudah mengandung mikroplastik,” terang dia, dikutip CNN Indonesia.
“Jadi artinya plastik ini kalau dia larut ke laut, dari darat lalu larut ke laut, dia akan menjadi mikroplastik dimakan oleh ikan dan kemudian berbahaya buat manusia,” ujar dia.
Selain itu, polusi mikroplastik disebut jadi salah satu permasalahan yang sedang dihadapi Indonesia dan menjadi perhatian global. Fenomena ini juga menjadi tantangan dalam upaya keberlanjutan ekosistem laut dan ketahanan pangan.
Dalam menangani hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyiapkan lima kebijakan utama, termasuk untuk perlindungan ruang konservasi, pengaturan penangkapan ikan secara terukur, serta pengembangan budidaya berkelanjutan.
“Kita sudah ada MoU dengan IMO (Organisasi Maritim Internasional) bahwa di ruang-ruang konservasi itu ada peta sehingga seluruh kapal, baik kapal niaga, kapal angkut, apalagi kapal perikanan, itu tidak boleh crossing atau mendekat,” terang Wahyu Trenggono.
Pengaturan tentang penangkapan ikan ini dianggap penting, mengingat potensi ekonomi biru Indonesia bergantung pada sektor budidaya laut, pesisir, dan darat yang dikelola secara berkelanjutan.
Sebagai informasi, fenomena air hujan yang mengandung mikroplastik diungkapkan oleh peneliti BRIN. Menurut penelitian sejak 2022 di Jakarta, ditemukan partikel mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di ibu kota.
Partikel itu dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan, ban, serta pembakaran sampah plastik. Mikroplastik terbawa angin dapat turun kembali ke bumi bersama hujan melalui proses yang dikenal sebagai atmospheric microplastic deposition. (*)












